Dua perguruan tinggi (PT) terbesar di Sumatra Barat berubah status dari Badan Layanan Umum (BLU) menjadi PT Negeri Badan Hukum (PTN BH). Diawali oleh Universitas Andalas, perubahan status juga diperoleh Universitas Negeri Padang. Perubahan status ini adalah bagian dari usaha pemerintah untuk memperbaiki kapasitas PTN dalam meningkatkan daya saing dan pencapaian di tengah persaingan global. Otonomi yang lebih luas diberikan demi mempercepat terwujudnya universitas bekelas dunia (world class university-WCU). Namun, untuk menjadi WCU, banyak perubahan yang mesti dilakukan. Universitas harus berbenah dan keluar dari zona nyaman. Usaha-usaha kreativ harus dilakukan untuk mengejar ketertinggalan. Sebuah universitas masuk kategori WCU karena memiliki keunggulan (excellence) berstandar dunia. Setidaknya ada empat komponen utama dari WCU tersebut: (1) Pengelolaan yang efisien namun produktif, (2) teaching excellence, (3) research excellence, dan (4) lulusan yang berkualitas dunia (Lang, 2004).
Pembenahan sumber daya manusia (SDM)
SDM yang berkelas dunia (world class staff) adalah fondasi dasar untuk mewujudkan empat komponen utama dari WCU. Teaching excellence dan research excellence tidak mungkin diwujudkan jika SDM tidak mendukung. Pembenahan mesti dilakukan, mulai dari penerimaan, pembinaan dan pengembangan karir dosen dan tenaga kependidikan. PTN-BH memiliki otonomi ketenagakerjaan sehingga pembenahan sangat mungkin. Selama ini, penerimaan dosen masih berdasarkan rasio dosen-mahasiswa. Kondisi ini belum sepenuhnya mampu memberikan SDM terbaik untuk bisa menjadi WCU.
Selain wajib berpendidikan doktor, dosen yang direkrut mesti mampu berkontribusi nyata terhadap universitas, selain mengajar. Universitas mesti merekrut dosen yang sudah jadi, sudah punya kemampuan riset yang berkelas dunia. Dosen hendaknya juga bisa mendatangkan uang bagi universitas melalui kegiatan riset dan lain sebagainya. Selain pertimbangan rasio dosen-mahasiswa, penerimaan dosen juga mesti mempertimbangkan pengembangan riset universitas. Di universitas-universitas maju, penerimaan dosen itu berbasiskan laboratorium atau riset grup. Ada kebutuhan riset, sehingga mereka direkrut. Ketika dosen diterima, jelas afiliasi laboratorium atau riset grupnya. Biasanya dalam riset grup inilah seorang dosen muda akan melalui pembinaan oleh Profesor atau Associate Profesor. Hirarki pembinaan ini layak untuk dicontoh.
Pembenahan riset
Penataan riset perlu dilakukan. Perlu adanya penguatan riset grup di program studi (prodi) sebagaimana diulas di atas. Peta jalan penelitian yang selama ini lebih diarahkan kepada peta jalan individu, perlu ditransformasi menjadi peta jalan riset grup. Kolaborasi antar riset grup dan lintas keilmuan juga perlu lebih digalakkan.
Kolaborasi dengan industri juga sangat penting. Kolaborasi harus ditindaklanjuti dengan kegiatan nyata, tidak hanya sekedar MoU dan pelengkap data akreditasi. Di universitas-universitas maju, peran industri sangatlah besar. Ketika industri ingin membuat sesuatu, mereka akan memintanya ke universitas. Riset grup dengan SDM dan laboratorium yang baik, akan menjadi daya tarik industri tentunya.
Student is your power. Mahasiswa yang bermutu terutama mahasiswa program pascasarjana dan postdoctoral adalah komponen penting dari kegiatan riset di universitas top dunia. Dengan dana riset yang ada, seorang dosen diizinkan untuk merekrut mahasiswa asing dan peneliti postdoctoral. Hal ini melahirkan efek berantai. Selain menggerakkan riset, juga menginternasionalisasi program pascasarjana. Skema riset yang memungkinkan untuk terlaksananya kegiatan ini perlu dipikirkan.
Hal yang tidak kalah penting adalah melahirkan budaya riset yang bermutu. Riset jangan lagi sekedar pemenuhan beban kerja dosen (BKD) ataupun angka kredit kenaikan pangkat, atau syarat lulus bagi mahasiswa. Kegiatan riset hendaknya juga memberikan kontribusi untuk terwujudnya WCU, peningkatan pendapatan universitas dan bermanfaat bagi masyarakat baik dalam bentuk kegiatan komersial (bisnis) maupun sosial (pengabdian kepada masyarakat).
Tantangan
Untuk menjadi WCU, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Tanpa dana, WCU akan jadi sebuah retorika saja. “The title of world class won’t come at a discount price, and without world class funding the goal of reaching and preserving that high standard will be rhetoric alone” (Niland, 2000). SDM yang unggul, mesti dibarengi dengan kesejahteraan yang baik. Perubahan-perubahan juga memerlukan dana.
PTN-BH mendapatkan dana dari APBN berupa Bantuan Pendanaan PTNBH. Namun, dana ini belumlah cukup. Kreativitas pengelolah dalam pengembangan sumber pembiayaan sangat diperlukan. Berdasarkan PP No. 8 Tahun 2020, pembiayaan PTN-BH dapat bersumber dari masyarakat, biaya pendidikan, pengelolaan dana abadi, usaha PTN-BH, kerjasama, pengelolaan kekayaan PTN-BH, APBD dan pinjaman. Banyak perguruan tinggi ternama di dunia yang menggunakan konsep dana abadi (endowment). Dana abadi yang dimiliki suatu perguruan tinggi dapat diinvestasikan. Hasil investasinya inilah yang boleh digunakan. Misalnya, Universitas Yale mempunyai dana abadi sebesar $31.2 miliar pada 30 Juni 2020, yang dikelolah oleh Yale Investments Office. Di Indonesia, dana abadi yang dikelolah perguruan tinggi juga cukup besar, seperti yang dimiliki UI dan ITB.
Universitas perlu mengidentifikasi riset-riset yang berpotensi untuk komersialisasi, dan diwadahi dalam bentuk Pusat Unggulan Inovasi (PUI) atau lembaga sejenis. Secara praktek bisnis, hasil dari PUI dapat ditangani oleh Badan Pelaksana Usaha (BPU) atau lembaga sejenis lainnya. Semua hal ini mesti dirumuskan dengan baik dalam Rencana Pengembangan Bisnis Non-Akademik dan dalam perancangan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) universitas.
Selain komersialiasi hasil riset, layanan pengukuran di laboratorium riset juga bisa menjadi sumber keuangan universitas. Pembenahan laboratorium memiliki efek berantai. Selain sumber pendapatan universitas, laboratorium juga akan menguatkan riset dan pembelajaran. Laboratoirium ini adalah bisnis yang konsumennya jelas. Sayang sekali, banyak universitas yang kurang memperhatikan ini. Dosen dan mahasiswa dibiarkan ke institusi lain untuk melakukan pengukuran. Pengadaan alat-alat labor yang berbiaya tinggi, dapat dilakukan tanpa membebani universitas. Sistem kerjasama seperti bagi hasil bisa menjadi pilihan.
Efisiensi pengelolaan universitas tidak kalah pentingnya. Efisiensi mesti dilakukan di semua lini. Walaupun PT diberikan otonomi dalam pengaturan struktur organisasi, namun SOTK PTN BH hendaklah efektiv dan efisien, jangan gendut. Peningkatan pemanfaatan ICT yang handal dalam semua kegiatan mestinya dapat merampingkan SOTK universitas.
Apapun pilihan yang diambil dalam menghadapai tantangan pendanaan, jangan sampai status PTN-BH menyebabkan biaya kuliah meningkat. Otonomi yang dimiliki mesti digunakan untuk melahirkan kreativitas, tanpa membebani mahasiswa. Memang, menuju WCU bukan pekerjaan yang mudah. Pencapaian tersebut membutuhkan kerja amat keras, komitmen yang tinggi dari banyak pihak, dan dana yang tidak sedikit. Namun, hal itu menjadi mungkin dilakukan jika semua konsisten dan kompak. Dukungan semua sivitas akademika sangat diperlukan.
Penulis: Dr. techn. Marzuki, Dosen Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas
Sumber tulisan: Teras Utama Koran Padek (27/10/2021)